Free Monkey ani Cursors at www.totallyfreecursors.com
APEL-HIJAU.COM: Gangguan Konsep Diri

Wednesday, March 21, 2012

Gangguan Konsep Diri


A.    PENGERTIAN
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepecayaan dan pendirian yang di ketahui individu tentang diri nya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart dan Sundee, 1991). Termasuk persepsi individu akan sifat ke mampuannya, interaksi antara orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta ke inginannya.
Beck Willian dan Rawlin 1986. Lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh: fisikal, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Secara umum di sepakati bahwa konsep diri belum ada saat lahir ,konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan dirinya dengan orang lain. Perkembangan konsep diri terpacu cepat dengan perkembangan bicara. Nama dan panggilan anak merupakan aspek bahasa yang utama dalam membantu perkembangan identitas.
Potter & Perry (1993), konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial, sensasinya juga didasarkan bagaimana orang lain memandangnya.
Konsep diri di pelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan idifidu tentang dirinya di pengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.
Keluarga mempunyai peran yang penting dalam membantu perkembangan konsep diri terutama pada pengalaman masa kanak-anak. (Dikutip oleh Stuart dan Sunden, 1991). Mengemukakan pengalaman awal kehidupan dalam keluarga merupakan dasar pembentukan konsep diri. Keluarga dapat memberikan:
1.     Perasaan mampu atau tidak mampu
2.     Perasaan diterima atau di tolak
3.     Kesempatan untuk identifikasi
4.     Penghargaan yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai.
Suasana keluarga yang saling menghargai dan mempunyai pandangan yang positif akan mendorong kreatifitas anak, menghasilkan perasaan positif yang berarti. Penerimaan keluarga akan kemampuan anak sesuai dengan perkembangannya sangat mendorong aktualisasi diri dan kesadaran akan potensi dirinya. Tidak dianjurkan menggunakan kata-kata :“ Jangan”, “tidak boleh”, “nakal” tanpa penjelasan lebih lanjut.
Dapat disimpulkan, konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektip yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif, dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang mal adaptif. Rentang respon individu terhadap konsep dirinya dapat dilihat dari gambar.
B.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI
Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception
(persepsi diri sendiri).
1.     Teori perkembangan.
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.




3. Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu. Menurut Stuart dan Sundeen Penilaian tentang konsep diri dapat di lihat berdasarkan rentang rentang respon konsep diri yaitu: Respon Adaptif Respon Maladaptif.
Konsep diri terdiri dari 5 komponen yaitu:
1.     Gambaran diri
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadart. (Stuart dan Sundeen, 1991). Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
Gambaran diri berhubungan erat dengan kepribadian. Cara individun memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya.
Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya manarima dan mengukur bagian tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 1992).
Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam kehidupan. Banyak Faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa : Operasi. Seperti : mastektomi, amputsi ,luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain –lain.
Kegagalan fungsi tubuh.

Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tadak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.
Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fngsi tubuh. Seperti sering terjadi pada klie gangguan jiwa , klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.
Tergantung pada mesin. Seperti : klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan. Perubahan tubuh berkaitan
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.
Umpan balik interpersonal yang negatif , umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.
Standard sosial budaya. Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.

Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :
Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan dapat terjadi pada saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien menjadi pasif, tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam perawatannya.


Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang baru.
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu :
1.     Menolak untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
2.     Tidak dapat menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
3.     Mengurangi kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
4.     Perasaan atau pandangan negatif terhadap tubuh.
5.     Preokupasi dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.
6.     Mengungkapkan keputusasaan.
7.     Mengungkapkan ketakutan ditolak.
8.     Depersonalisasi.
9.     Menolak penjelasan tentang perubahan tubuh.
2.     Ideal diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi (Stuart dan Sundeen, 1991). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya attau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (budaya, keluarga) dan kepada siapa ia ingin lakukan.
Ideal diri mulai berkembang pada masa anak-anak. Pada masa remaja idel diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tua, guru dan teman.
Menurut Ana Keliat ( 1998 ) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri yaitu :
1.     Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
2.     Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
3.     Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas dan rendah diri.
4.     Kebutuhan yang realistis.
5.     Keinginan untuk menghindari kegagalan .
6.     Perasaan cemas dan rendah diri.


3.     Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang ingin dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sndeen, 1991).
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu selalu sukses maka cenderung harga diri tinggi. Jika individu sering gagal maka cenderung harga diri rendah.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata atau tidak nyata). Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti :
Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain.
Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapatdicapai, seperti cita –cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.
Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
Pengalaman traumatik yang berulang,misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma,mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.
4.     Peran Diri
Peran adalah pola sikap, priilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari sesorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck, dkk, 1984). Contoh, perawat adalah posisi (status), asuhan yang diberikan adalah peran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus di lakukan menurut Stuart and sundeen, 1998 adalah :
1.     Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
2.     Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan .
3.     Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4.     Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
5.     Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku peran.
Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu :
1.     Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang peran yang diharapkan .
2.     Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya.
3.     Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku perannya.
4.     Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan
Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran.
5.     Identitas Diri
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang  bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart dan Sundeen).
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Kemandirin timbul dari perasaan berharga respek pada diri sendiri), kemampuan dan penguasaan diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
Identitas berkembang sejak masa anak-anak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin.

Role Play: Gangguan Konsep Diri
Sinopsis :
Sidik adalah seorang mahasiswa yang tidak populer, keterbatasan dalam segi ekonomi dan sosial membuatnya mengalami kesulitan untuk bersosialisasi, terlebih ketika dia hendak bergabung dengan sekelompok mahasiswa lain yang mempunyai latar belakang ekonomi dan sosial yang jauh melebihinya. Alih-alih mendapat sambutan manis dirinya justru mendapat hinaan hingga membuatnya “down”, merasa diabaikan membuatnya kehilangan nafsu makan sehingga dia harus dilarikan ke rumah sakit, komplikasi antara gangguan psikososial dan gastritis yang menyerang dirinya membuat sidik perlu mendapat penanganan khusus dari perawat disana. Mampukah perawat menyelesaikan penyakit gastritis sekaligus gangguan psikologis yang menyerang sidik?
Peran-peran
1.     Perawat 1       : Risma
2.     Perawat 2       : Tiara
3.     Perawat 3       : Puji
4.     Klien               : Sidiq
5.     Ibu                   : Rivani
6.     Bapak             : Arief
7.     Mahasiswa     : Ihsan, Khoirul dan Diki
Suatu hari disebuah kampus ada sekelompok geng yang sangat populer mereka dari kalangan kaya. Ketua gengnya sangat dsukai para gadis namanya Diki dia putih dan tampan, hari itu dia dan teman-temannya sedang berbincang-bincang di kelas. Lalu datanglah seorang mahasiswa yang bukan anggota geng itu, dia yang ingin bergabung dengan geng itu, tapi anggota geng itu tidak menerima karena anggota barunya itu tidak sesuai dengan kriteria geng tersebut.
Sidik                : “hai teman-teman boleh gabung gak?”
Khairul            : “siapa loe mau gabung sama kita?”
Ihsan               : “hahai ngaca dulu dong, gak liat kaya gimana?”
Khairul            : “eh loe punya duit gak?”
Sidik                : “gak, tapi aku bisa jadi teman kalian, aku mau ngelakuin apa aja buat kalian”
Diki                 : “mana bisa lah duit kaga punya, tampang apalagi jauh dari standar”
Ihsan               : “hooh...”
Khairul           : “kalo loe pengen jadi anggota geng kita, loe harus punya duit dan setidaknya harus kaya bos kita. Ganteng, tinggi, banyak pacar dan gak kaya loe udah pendek, jelek, culun pula”
Diki                 : “gini deh sekarang mending loe pulang, loe ngaca noh di rumah loe, pantes gak loe gabung sama kita-kita? Jangan mimpi deh loe”
Mendengar semua ejekan tadi sidik pun merasa sangat dikucilkan. Dia menjadi anak pendiam, dia tidak mau lagi berangkat kuliah, dia merasa sangat dikucilkan karena tidak punya teman dan selalu dihina oleh teman yang lainnya.
Beberapa hari setelah kejadian itu..
Ibu                   : (Tok..tok..) “Nak, buka pintunya! Kamu sudah 2 hari ini gak makan, ibu kan jadi hawatir, kalau kamu kenapa-napa bagaimana?”
Setelah beberapa saat pintu kamar tidak dibuka, ibu sidik mendapati ternyata pintunya  tidak dikunci. Dan betapa kagetnya ibu Sidik ketika mendapati anaknya tengah terbujur lemah di tempat tidurnya. Akhirnya orang tua sidik pun berinisiatif untuk membawanya ke Rumah Sakit. Beberapa saat kemudian, di Rumah sakit Sidik pun langsung dibawa ke tempat tidur di ruang A.
Tahap Pra-Interaksi
Perawat 1       : “Teh, pasien baru yang dikamar A belum ada data-datanya ya?”
Perawat 2       : “Oh, iya belum dilakukan pengkajian. Tadi saya lupa, sekarang saja tapi saya harus mengantar pasien lain CT scan dulu”
Perawat 3       : “Ya sudah teh, biar saya saja yang mengkaji pasien tersebut. Kamar A bed 2 kan?”
Perawat 1       : “iya yang itu kang, jangan lupa rapihin bajunya kalau mau ketemu pasien”
Perawat 3       : “iya teh” (merapihkan pakaian)
Perawat 3 terlebih dahulu memprsiapkan diri sebelum pergi ke kamar A. Perawat 3 mempersiapkan segala sesuatunya yang mungkin akan dibutuhkan pada saat menghadap pasien.  Dan sesampainya disana didapatkan klien sedang berbaring lemah.
Tahap Orientasi/Perkenalan
Perawat 3       : “Assalamualaikum..Ini keluarganya pasien?”
Bapak             : “waalaikumsallam.. Ia pak benar”
Perawat 3       : “Perkenalkan dulu nama saya...Saya kebetulan perawat ruangan ini. Ibu bisa panggil saya... Oya, ade namanya siapa?”
(Pasien hanya diam dan melirik dengan sinis)
Ibu                   : “Namanya Sidik pak,..”
Perawat 3       : “Oh, ade namanya Sidik. Bagaimana istirahatnya semalam?”
(Pasien tetap diam dan tak mau menjawab apa-apa)
Perawat 3       : “de bagaimana sekarang? Masih ada yang sakit?”
Bapak             : “Ini pak, gak tahu saya juga, anak saya ini sudah 3 hari gak mau makan, tadi pagi saya menemukannya sudah terbaring lemah di kamarnya, makanya saya dan ibunya langsung membawa anak saya kesini”
Perawat 3       : “Ooh begitu, bapak, ibu supaya kita tahu masalah dan penyakit apa yang Sidik alami, bagaimana kalau nanti saya lakukan pemeriksaan?
Sidik                : “gak mau bu Sidik takut, Sidik mau pulang saja”
Perawat          : “Ade gak usah takut, pemeriksaannya tidak akan menyakiti ade, kalau nanti tidak diperiksa kami tidak bisa melakukan perawatan, nanti ade lama dirawatnya”
Ibu                   : “ya sudah pak saya setuju, sebaiknya periksa anak saya”
Perawat 3       : “baiklah bu kalau begitu sekarang saya akan kembali ke ruangan untuk mempersiapkan alat-alatnya, nanti saya akan kembali lagi untuk melakukan pemeriksaan”
Tahap Kerja
Setelah melakukan kontrak perawat 3 pun kembali ke ruangan pasien untuk melakukan  pengkajian ............................... (tindakan pemeriksaan fisik)
 Setelah melakukan pengkajian perawat 3 pun kembali keruangan. Berdasarkan hasil pengkajian perawat 3, perawat 3 pun menyimpulkan bahwa pasien memang benar mengalami gastritis. Pasien pun mendapatkan perawatan sesuai dengan penyakitnya. Namun, Setelah beberapa hari dirawat, kondisi klien tak kunjung membaik, malahan pasien terlihat semakin murung lalu perawat lainnya ada yang berinisiatif untuk melakukan pengkajian ulang.
Perawat 1       : “Teh, kenapa kondisi klien diruang A gak menunjukkan tanda-tanda membaik, malahan pasien terlihat semakin murung”
Perawat 2       : “Iya ya, gimana ini akang yang telah melakukan pengkajian?”
Perawat 3       : “Ya, saya juga gak tahu teh, yang saya laporkan itu berarti yang saya dapatkan”
Perawat 2       : “Ya sudah, biar nanti teteh (perawat 1) yang melakukan pengkajian lagi”
Lalu perawat 1 pun pergi ke kamar A untuk melakukan pengkajian ulang.
Perawat 1       : “Ade, wah lagi apa? Kenapa makanannya gak dimakan? Sini ya saya bantu?”
(Pasien hanya diam)
Ibu                   : “Iya bapak, saya juga sudah pusing. Anak saya mau kapan sembuhnya? Padahal sudah lama dirawat.”
Perawat 1       : “Coba sok ade cerita, kenapa gak mau makan. Kalau sakit seperti ini kan gak enak?”
Akhirnya, setelah dilakukan pendekatan oleh perawat 1, pasien pun mau menceritakan masalah yang dialaminya  selama ini. Dan pasien dibantu oleh perawat dengan bekerja sama dengan keluarga supaya selalu memberi dukungan dan motivasi kepada klien dengan cara memberi semangat dan meningkatkan rasa percaya diri klien.
Perawat 1       : “Ini anaknya bukan sakit maag seperti biasa, sebenarnya dia punya masalah dilingkungan kampusnya pak.”
Bapak             : “Maksud ibu itu gimana? Anak saya kenapa?”
Perawat 1       : “Jadi begini bu, dia di sekolahnya sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temannya, sehingga mengganggu fikirannya dan sampai gak mau makan sampai sakit seperti ini.”
Ibu                   : “Oh begitu..”
Perawat 1       : “Iya ibu, jadi diharapkan disini ibu dan bapak bisa membantu untuk kesembuhan anak ibu. Dengan cara memberi semangat,  motivasi dan mengembalikan rasa percaya dirinya lagi.”
Setelah selesai memberi penjelasan kepada keluarga, lalu perawat 1 kembali menanyakan kepada klien perihal kondisi kesehatannya.
Perawat 1       : “Ade, gimana sekarang masih terasa sakit? Kalau misalkan masih terasa sakit, ade bisa melakukan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam seperti yang sudah pernah saya ajarkan. Sepertinya, kemarin juga ade sudah bisa melakukannya sendiri.”
Sidik                : “Iya bu, nanti saya lakukan lagi”
Tahap Terminasi
perawat 1       : “yasudah kalau begitu sekarang saya akan kembali ke ruangan, nanti 15 menit lagi saya akan kembali untuk melihat kondisi anak bapak dan ibu, kalau ada apa-apa bapak atau ibu bisa menghubungi kami”
Lalu, Perawat 1 pun kembali ke ruangan perawat.
Ibu                   : “ya sudah nak, sekarang mah kamu gak usah mikirin pengen jadi temen siapa atau harus temenan sama siapa. Masih banyak orang lain yang mau temenan sama kamu. Lebih baiknya kamu mikirin kuliah kamu saat ini, tingkatkan prestasi dan buat ibu sama yang lainnya bangga.
Akhirnya, setelah diketahui penyebab sebenarnya mengapa pasien bisa sakit. Kondisi kesehatan pasien sudah berangsur  membaik dan sudah mau makan. Karena berkat bantuan dan motivasi dari keluarga. Keadaan psikososial klien juga mulai kembali membaik.

No comments:

Post a Comment