Free Monkey ani Cursors at www.totallyfreecursors.com
APEL-HIJAU.COM: makalah infeksi gastrointestinal : gastritis, apendisitis demam tifoid

Tuesday, December 27, 2011

makalah infeksi gastrointestinal : gastritis, apendisitis demam tifoid



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dewasa ini begitu banyak jenis penyakit yang mengintai manusia, dilatar belakangi oleh pola hidup dan konsumtif yang bermasalah berbagai penyakit siap menghadang. Berbagai penyakit yang lumrah di Indonesia diantaranya demam tifoid, gastritis, infeksi dan apendisitis. Penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat sehingga dengan mudah bisa menjangkit manusia. Oleh karena itu, penulis merasa terpanggil untuk menyusun makalah mengenai penyakit-penyakit tersebut guna sebagai metode pendidikan dan informasi. Makalah ini disusun berdasarkan sumber yang terpercaya sehingga akurat dan bisa dijadikan sebagai sumber pembelajaran.

B.     TUJUAN
·         Tujuan Umum
Memenuhi salah satu tugas mata ajar KMB 1
·         Tujuan Khusus
-          Memberikan penjelasan mengenai penyakit gastoenteritis
-          Menjelaskan tentang demam thypoid
-          Menjelaskan tentang appendisitis
-          Menjelaskan tentang gangguan akibat peradangan atau infeksi

BAB II
PEMBAHASAN
ANATOMI GASTROINTESTINAL
organ tubuh yang berperan terhadap kebutuhan nutrisi disebut saluran pencernaan, adalah tabung berlubang yang memanjang dari mulut sampai anus
fungsi : memberikan tubuh cairan, nutrien dan elektrolit
aktifitas utama : sekresi elektrolit, hormon, enzim untuk pmecah materi yang dimakan gerakan terhadap produk yang dikan pencernaan dan cairan absorpsi produk akhir ke dalam aliran darah.
Fungsi utama gasrtointestinal
1.      Ingesti : masuknya makanan ke mulut, lambung, intestinal, colon.
Gerakan : mengunyah, menelan mencampur, dan mendorong kontarkasi berirama dari otot polos dengan lambung dan usus
2.      Digesti : pencernaan makana dan cairan
3.      Sekresi
a.       Sekresi mukus, dihasilkan sepanjang saluran .
Fungsi : melindungi an melumasi dinding saluran.
b.      Sekresi pencernaan di hasilkan dari mulut, lambung, duodenum dan jejunum.
Fungsi : enzim dan elektrolit untuk memecah makanan sehingga dapat di absorpsi
4.      Absorpsi : makanan dipecah menjadi bolus kymus, absorpsi ke dalam aliran darah dengan difusi/transport aktif

Struktur gastrointestinal
1.      Mulut
Terdiri dari bagian luar : gusi, gigi, pipi, bibir, lidah
Bagian dalam terdapat rongga mulut
Proses digestive : mekanik dan kimia
Hidrat arang       enzim amilase memecah amilum menjadi maltosa
2.      Faring
Berbentuk tabung dan terdiri drai otot-otot dengan panjang 20-25cm
3.      Esofagus
Berbentuk silinder dengan panjang 2cm, di kedua ujungnya terdapat sfingter untuk menghantarkan makanan dengan cara peristaltik ke lambung
4.      Lambung
Berada di bawah diafragma di depan pankreas
Bagian atas : fundus
Bawah : antrum pilorik        orifisium pilorok        duodenum
Fungsi : - motoris, menampung, memecah dan mencampur dengan HCl
-  Sekresi : mensekresika pepsin menjadi pepton dengan bantuan HCl
5.      Usus halus
Terdiri dari :
-          Doodenum dengan panjang 25cm, dari katup pilorik atau lambung.
Menerima enzim pankreatik dari pankreas dan empedu dari hati         cairan masuk melalui sfingter oddi yang berfungsi dalam proses pencernaan dan penyerapan
-          Jejunum dengan panjang 2,5m terdapat di bagian tengah
-          Ileum dengan panjang 3,6m terdapat di bagian akhir bergabung dengan katup ileoselekal. Berfungsi utuk mengontrol alir ke dalam usus besar dan mencegah refluks masuk ke dalam usus halus
Fungsi :
-          Menyelesaikan pencernaan makanan
-          Mengabsorpsi produk pencernaan
-          Mensekresi hormon yang membantu mengontrol sekresi empedu, pankreas dan sekresi usus shingga sisanya bergerak ke usus besar
Suplay darah berasal dari arteri mesentrik su dan arteri heatik ke duodenum          sistem portal
Saraf : melewati plektus aurbach, srat saraf sensori simpatis        nyeri dan parasimpatis mengatur aktifitas usus
Sekresi hormon, mengontrol empedu, getah pankreas, sekresi usus
Kelenjar duodenum (brunner) di rangsag oleh glukagon dan mukosa duodenal, kimus dan stimulasi vagal
Enzim
1.      Enterokinase : tripsin
2.      Maltase, laktase, surase : mengubah disakarida menjadi gula sederhana
3.      Nuklease : memudahkan hidrolisis nuklein dan asam nukleat
Absorpsi produk akhir
Karbohidrat diubh menjadi monosakarida, disakarida, pencernaan karbohidrat terutama terjadi di usus halus
Protein di ubah menjadi asam lemak dan monosakarida, trigliserida
Produk akhir diserap bersamaan dengan air dan elektrolit melalui difusi dan tarnsport aktif
Aktivitas motor, mortilits akibat autoritmisitas dari otot lambun, implus saraf intrinsik dan efek hormonal
Peristaltik merupakan gelombang yang di mulai dari dalam duodenum melalui ktup ileosekal
4 Lapisan usus halus
a.       Lapisan serosa luar , tunika serosa merupakan peritoneum yang membatsi dinding abdomen dan pelvis
b.      Lapisan otot (tunika muskular). Terdiri dari otot sirkular dala dan longitudinal
c.       Lapisan submukosa (tela submukosa) terdirir dari pembuluh darah, limpatik, pleksus saraf simpatis dan kelenar brunner yang mensekresika mukus
d.      Lapisan mukosa dalam (tunika mukosa) lapisan luar mukosa dan sumukosa tersusun dalam lipatan-lipatan. Berfungsi untuk sekresi, pencernaan, absorpsi         VILI dan MIKROVILI mwngandung LAKTEAL
6.      Usus besar
Dengan pajang 1,5m
Terdiri dari kolon : asenden, transvesum, desenden, apendiks yang merupakan tonjolan kecil berbentuk tabung terletak di kolon asendens berbatasan dengan usus halus
Fungsi :
-       absorpsi air Cl. Na
-       penurunan volume kymus
-       pembuatan vitamin K dan B
-       pembusukan sisa makanan
-       pembentukan feses
-       pengeluaran feses
suplay darah sekum : dari arteri mesenterika sup dan inf-rektum & kanal : arteri rektal sup, mediana dan inf vena mesenterika inf dan sup membawa drah dari usus besar ke vena portal
saraf : saraf simpatis merangsang gerakan untuk mempertahankan tonus kontinu, meningkatkan tonus otot, menurunkan tonus sfingter dan meningkatkan frekuensi, volume dan kecepatan kontraksi. Saraf parasimpatis memberika implus melalui saraf vagus dari esovaguske kolon prox
7.      Rektum Dan Anus
Rektum adalah sebuah ruangan milai dari kolon sigmid (ujung usus besar) sampai anus
anus merupakan lubang di ujug saluran cerna, dimana bahan limba keluar dari tubuh
Organ Aksesoris
1.      Hati
Terletak sebelah kanan abdomen bawah diafragma (1500gr) terdiri dari
a.       Lobus kanan, dibelakang ada empedu, bersift fagisitosis bakteri dan benda asinglain dalam darah disebut sel-sel kupffer
b.      Lobus kiri
Fungsi :
-          sekresi cairan empedu
-          fagosit bakteri dan benda asing
-          membuat sel darah merah
-          menyimpan glukogen
-          mensintesis dan metabolisme P, K, L
-          sumber albumin yang dibutuhkan untuk tekana osmotik dan protombin
-          menghasilkan kolesterol tubuh
produk akhir : bilirubin dan sel darah merah disekresikan bersamaan empedu ke uodenum
menghasilkan empedu : asam empedu dan disimpan dala kandung empedu
2.      Kantong Empedu
Terletak dibawah kanan hatidengan panjag 8-12cm
Fungsi :
-       Membantu pencernaan dan penyimpanan lemak
-       Berpea dalam ekresi limbah : seperti Hb. (penghancur sel darah merah) dan kkelebihan kolesterol, obat
-       Saluran empedu duktus hepatikus kiri dan kanan tempat mengalirnya empeu lalu bergabung dengan duktus hepatikus umum- duktus pnkreatikus bergabung dengan saluran empeu umum masuk ke duodenum
3.      Pankreas
Eksorin, sel acini, mensekresi getah pencernaan dan enzim yang perlu untuk pencernaan P, K, L sekresi eksokrin di bawah berpengaruh terhadap vagus, getah bertambah, megalir ke da;am duodenum
Mensekresi biknat – PH 8
Endokrin terdiri dari kepulauan langerhans mensekresi insulin yaitu hormon pengendali glukosa darah.
GASTRITIS
A.    Pengertian
Gastritis adalah peradangan pada mukosa lambung yang dapat bersifat akut kronik, difus atau lokal. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Arif Mansjoer, 1999). Gastritis adalah radang mukosa lambung (Sjamsuhidajat, R, 1998). Berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Gastritis merupakan inflamasi mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal.
B.     Etiologi
Penyebab dari Gastritis dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasinya sebagai berikut :
·         Gastritis Akut
Penyebabnya adalah obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung).
Bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid dan digitalis.
·         Gastritis Kronik
Penyebab dan patogenesis pada umumnya belum diketahui.Gastritis ini merupakan kejadian biasa pada orang tua, tapi di duga pada peminum alkohol, dan merokok.
C.    Manifestasi klinik
1.      Manifestasi klinik yang biasa muncul pada Gastritis Akut lainnya, yaitu Anorexia, mual, muntah, nyeri epigastrium, perdarahan saluran cerna pada Hematemesis melena, tanda lebih lanjut yaitu anemia.


2.      Gastritis Kronik
Kebanyakan klien tidak mempunyai keluhan, hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anorexia, nausea, dan keluhan anemia dan pemeriksaan fisik tidak di jumpai kelainan.
D.    Proses Penyakit
·         Gastritis akut
Zat iritasi yang masuk ke dalam lambung akan mengiitasi mukosa lambung.
Jika mukosa lambung teriritasi ada 2 hal yang akan terjadi :
1.   Karena terjadi iritasi mukosa lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung akan meningkat sekresi mukosa yang berupa HCO3, di lambung HCO3 akan berikatan dengan NaCL sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3.
Hasil dari penyawaan tersebut akan meningkatkan asam lambung. Jika asam lambung meningkat maka akan meningkatkan mual muntah, maka akan terjadi gangguan nutrisi cairan & elektrolit.
2.   Iritasi mukosa lambung akan menyebabkan mukosa inflamasi, jika mukus yang dihasilkan dapat melindungi mukosa lambung dari kerusakan HCL maka akan terjadi hemostatis dan akhirnya akan terjadi penyembuhan tetapi jika mukus gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan yang akan menyebabkan nyeri dan hypovolemik.
·         Gastritis kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh gastritis akut yang berulang sehingga terjadi iritasi mukosa lambung yang berulang-ulang dan terjadi penyembuhan yang tidak sempurna akibatnya akan terjadi atrhopi kelenjar epitel dan hilangnya sel pariental dan sel chief. Karena sel pariental dan sel chief hilang maka produksi HCL. Pepsin dan fungsi intinsik lainnya akan menurun dan dinding lambung juga menjadi tipis serta mukosanya rata, Gastritis itu bisa sembuh dan juga bisa terjadi perdarahan serta formasi ulser.
E.     Komplikasi
1.      Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan syock hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
2.      Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus.
F.     Penatalaksaan Medik
1.    Gastritis Akut
     Pemberian obat-obatan H2 blocking (Antagonis reseptor H2). Inhibitor pompa proton, ankikolinergik dan antasid (Obat-obatan alkus lambung yang lain). Fungsi obat tersebut untuk mengatur sekresi asam lambung.
2.    Gastritis Kronik
Pemberian obat-obatan atau pengobatan empiris berupa antasid, antagonis H2 atau inhibitor pompa proton.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GASTRITIS
A. Pengkajian
  1. Faktor predisposisi dan presipitasi
Faktor predisposisi adalah bahan-bahan kimia, merokok, kafein, steroid, obat analgetik, anti inflamasi, cuka atau lada.
Faktor presipitasinya adalah kebiasaan mengkonsumsi alcohol dan rokok, penggunaan obat-obatan, pola makan dan diet yang tidak teratur, serta gaya hidup seperti kurang istirahat.
  1. Test dignostik
    • Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan letaknya tersebar.
    • Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak pernah melewati mukosa muskularis.
    • Pemeriksaan radiology.
    • Pemeriksaan laboratorium.
      • Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun pada klien dengan gastritis kronik.
      • Kadar serum vitamin B12 : Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12 yang rendah merupakan anemia megalostatik.
      • Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan albumin.
      • Gastroscopy.
        Untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan) mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.

B. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
  1. Resti gangguan keseimbangan volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, muntah.
  2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, anorexia.
  3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung.
  4. Keterbatasan aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
  5. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.


C.     Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Tujuan : Resti gangguan keseimbangan cairan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : Membran mukosa lembab, turgor kulit baik, elektrolit kembali normal, pengisian kapiler berwarna merah muda, tanda vital stabil, input dan output seimbang.
Intervensi :
Kaji tanda dan gejala dehidrasi, observasi TTV, ukur intake dan out anjurkan klien untuk minum ± 1500-2500ml, observasi kulit dan membran mukosa, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan infus.
Diagnosa Keperawatan 2. :
Tujuan : Gangguan nutrisi teratasi.
Kriteria Hasil : Berat badan stabil, nilai laboratorium Albumin normal, tidak mual dan muntah BB dalam batas normal, bising usus normal.
Intervensi :
Kaji intake makanan, timbang BB secara teratur, berikan perawatan oral secara teratur, anjurkan klien makan sedikit tapi sering, berikan makanan dalam keadaan hangat, auskultasi bising usus, kaji makanan yang disukai, awasi pemeriksaan laboratorium misalnya : Hb, Ht, Albumin.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Tujuan : Nyeri dapat berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :Nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks dan mampu tidur/istirahat, skala nyeri menunjukkan angka 0.
Intervensi : Kaji skala nyeri dan lokasi nyeri, observasi TTV, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, anjurkan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam, lakukan kolaborasi dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi untuk mengurangi nyeri.
Diagnosa Keperawatan 4. :
Tujuan : Keterbatasan aktifitas teratasi.
Kriteria Hasil : klien tidak dibantu oleh keluarga dalam beraktifitas.
Intervensi :
Tingkatkan tirah baring atau duduk, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman, batasi pengunjung, dorong penggunaan tekhnik relaksasi, kaji nyeri tekan pada gaster, berikan obat sesuai dengan indikasi.

Diagnosa Keperawatan 5. :
Tujuan : Kurang pengetahuan teratasi.
Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pencegahan dan pengobatan.
Intervensi : Kaji tingkat pengetahuan klien, beri pendidikan kesehatan (penyuluhan) tentang penyakit, beri kesempatan klien atau keluarga untuk bertanya, beritahu tentang pentingnya obat-obatan untuk kesembuhan klien.

D.    Evaluasi
Evaluasi pada klien dengan Gastrtitis, yaitu :
1.      Keseimbangan cairan dan elektrolit teratasi
2.      Kebutuhan nutrisi teratasi
3.      Gangguan rasa nyeri berkurang
4.      Klien dapat melakukan aktifitas
5.      Pengetahuan klien bertambah.

APENDISITIS
A.      Pengertian

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kwadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparatomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anatomi, Apendisitis, 2007).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bias mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bias pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan kendir. (Anonim, Apendisitis, 2007).
Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks. (Anonim, Apendisitis, 2007)

B.     Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2, yakni :
1.      Apendisitis akut, dibagi atas : Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul structural local. Apendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
2.      Apendisitis kronis, dibagi atas : Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul structural local. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.
Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.

C.    Letak appendiks
Appendiks terletak di ujung sacrum kira-kira 2 cm dibawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia, yaitu : taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.

D.    Ukuran dan isi appendiks
Panjang appendiks rata-rata 6 - 9 cm. lebar 0,3 – 0,7 cm. isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amylase dan musin.

E.     Posisi appendiks
Di lateral kolon assendens. Di daerah inguinal : membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.

F.     Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali factor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen appendiks. Obstruksi yang terjadi pada lumen appendiks ini biasanya disebabkan karena aadanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)

G.    Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari feses) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terinflamasi berisi pus.

H.    Manifestasi klinik
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bias secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bias bertambah tajam. Demam bias mencapai 37,8-38,8o celcius.
Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daaerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bias menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bias menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

I.       Pemeriksaan diagnostic
Untuk menegakkan diagnose pada apendisitis didasarkan atas anamnesa ditambah daengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting adalah : nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri visceral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita Nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.
Pemeriksaan yang lain lokalisasi. Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Barney. Jika sudah infiltrate, local infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Barney.
Test rectal. Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
Pemeriksaan alboratorium leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.
Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) Nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrate. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnose apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat di temukan gambaran sebagai berikut : Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fekolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

J.      Penatalaksanaan
Pembedahahn diindikasikan bila diagnose apendisitis telah ditegakkan. Antibiotic dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnose ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat appendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan di bawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep asuhan keperawatan sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas dan khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN APENDISITIS
Pengkajian
·         Identitas klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
·         Identitas penanggung riwayat kesehatan sekarang
·         Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.
·         Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang, pemeriksaan fisik, keadaan umum, klien tampak sakit ringan/sedang/berat.
·         Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
·         Sirkulasi : klien mungkin takikardia. Respirasi : takipnoe, pernafasan dangkal. Aktivitas/istirahat : malaise. Eliminasi : konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.
·         Nyeri/kenyamanan. Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicis, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Barney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam. Nyeri pada kwadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
·         Keamanan demam biasanya rendah.
·         Data psikologis klien Nampak gelisah.
·         Ada perubahan denyut nadi dan pernafasan. Ada perasaan takut. Penampilan tidak tenang.
Diagnose keperawatan
·         Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah.
·         Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
·         Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.
·         Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi.
·         Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.
·         Deficit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan.
Intervensi keperawatan
Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah.
1.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah.
Tujuan : mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan criteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
Intervensi :
·         Monitor tanda-tanda vital
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hipopolemia.
·         Monitor intake dan output dan konsentrasi urin.
Rasional : Menurunnya output dan lonsentrasi urin akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.
·         Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

2.      Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh diatas normal. Frekuensi pernafasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Barney leuko > 10.000/mm3.
Tujuan : Tidak akan akan terjadi infeksi dengan criteria : tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
Intervensi :
·         Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organism yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : pencukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
·         Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehinggan BAB dapat lancer. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan rupture appendiks.
·         Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : kulit yang bersih mempunyai arti besar terhadap timbulnya mikro organisme.
·         HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.
Rasional : dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam melaksanakan tindakan.
3.      Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : pernafasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrium menjalar ke daerah Mc. Barney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.
Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernafasan normal. Sirkulasi normal.
Intervensi :
·         Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik nyeri.
Rasional : untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indikator secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
·         Anjurkan pernafasan dalam.
Rasional : pernafasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.
·         Lakukanj gate kontrol.
Rasional : dengan gate kontrol saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.
·         Beri analgetik.
Rasional : sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).

4.      Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur.
Tujuan : klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.
Intervensi :
·         Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.
Rasional : klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.
·         Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.
Rasional : mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.
·         Diskusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.
Rasional : mengerti dan mau bekerja sama melalui terapeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.

5.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun. Berat badan menurun. Porsi makan tidak dihabiskan. Ada rasa mual dan muntah.
Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri.
Intervensi :
·         Kaji sejauh mana ketidak adekuatan nutrisi klien.
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
·         Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal.
Rasional : mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
·         Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : mengawasi keefektifan secara diet.
·         Beri makan sedikit tapi sering.
Rasional : tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.
·         Anjurkan kebersihan oral sebelum makan.
Rasional : mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
·         Tawarkan makan saat makan bila toleran.
Rasional : dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
·         Konsul tentang kesukaan / ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
·         Memberi makan yang bervariasi.
Rasional : makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

6.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor. Kulit kepala kotor. Klien nampak kotor.

Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri.

Intervensi :
·         Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri, serta cuci rambut dan potong kuku klien.
Rasional : agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.
·         Ganti pakaian yang kotor denagn yang bersih.
Rasional : untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman.
·         Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang penringnya kebersihan diri.
Rasional : agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.
·         Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.
Rasional : agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan.
·         Bimbing keluarga / istri klien memandikan.
Rasional : agar keterampilan dapat diterapkan.
·         Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.
Rasional : klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

Implemntasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.

Evaluasi
            Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahan kan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhindar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.


DEMAM TIFOID
A.    DEFINISI
Demam tifiod pada masyarkat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi terjadi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid adalah penderita kurang aktif, penderita konvalesen, dan kronik karier. Demam tifoid juga dikenal dengan nama lain yaitu Typhus Abdominalis, Typhid fever atau enteric fever. Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu yang juga disertai gejala-gejala perut pembesaran kelenjar limfa dan erufsi kulit. Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman salmonella typhi, S paratyphi A,S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typhi.
B.     PENYEBAB
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber terutama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, pada penderita masih mengandung salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang sebanyak 2% yang lain akan menjadi karier yang menahun. Sebagian dari karier tersebut merupakan karier intestinal, sedang tifoid yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang ringan pada karier demam tifoid terutama pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.
C.    PENYEBARAN KUMAN
Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, rektum dan anus). S typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang tercemar. Cara penyebarannya melalui muntahan, urine, dan kotoran dari penderita yang kemudian secara pasif dibawa oleh lalat. Saat kuman masuk ke dalam tubuh manusia sebagian kuman mati oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus. Dari usus halus itulah kuman bisa bereaksi sehingga bisa menjebol usus halus, setelah berhasil melampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluh darah dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu dll). Pada penderita yang tergolong karier kuman salmonella bisa ada terus menerus di kotoran dan air seni sampai bertahun-tahun. S. Thypi hanya berumah pada manusia.
D.    PATOLOGI
HCL dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya salmonella spp dan bakteri lainnya. Jika salmonella masuk bersama cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga salmonella dapat masuk ke usus penderita. Dengan demikian terjadilah bakterimia pada penderita. Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding kandung empedu, maka bakteri dapat mencapai kandung empedu. Melalui kandung empedu yang infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap pertama.  Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga gejala-gejala klinik semakin jelas.
E.     GAMBARAN KLINIK      
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ. Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan, gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.
·            Masa Inkubasi/ tunas : 10-14 hari
·            Minggu 1 : demam (suhu berkisar 39-400C), nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktasis.
·            Minggu 2 : demam (suhu meningkat dari minggu 1), bradikardi, lidah khas berwarna putih, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran.
·            Minggu 3 : suhu berangsur turun dan normal kembali diakhir minggu, bila keadaan membaik, gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan ferporasi cenderung terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan memburuk , dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor, otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
·            Minggu 4 : merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu inidapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
F. PEMERIKSAAN DAN GAMBARAN LABORATORIK DEMAM TIFOID
1. leukosit
Akan terjadi peningkatan jumlah leukosit dalam tubuh (leukositosis)
2. SGOT dan SGPT
Akan mengalami peningkatan
3. Biakan darah
(+) memastikan Demam tifoid, orang yang hasil + maka orang tersebut sudah terjangkit Demam tifoid
(-) tidak menyingkirkan Demam tifoid artinya jika hasil negatif maka belum tentu orang tersebut tidak mengalami Demam tifoid
4. Uji widal
- reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
- Aglutinin positif terhadap S. Thypii terdapat dalam serum penderita Demam tifoid dan carrier.
- Reaksi widal (+) : titer < 1/160 atau 1/200. biasanya baru positif pada minggu kedua.

G. KOMPLIKASI DEMAM TIFOID
Pada usus dapat menimbulkan perdarahan, perforasi dan peritonitis. Diluar usus dapat menimbulkan meningitis tifosa, osteomilitis, kolesistis. Mungkin pula terjadi infeksi sekunder pada-paru sebagai bronkopneumonia.



A. Komplikasi Intestinal
·         Perdarahan usus  Hal ini disebabkan karena kuman masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan terjadinya hipertrofi usus sehingga terjadi perdarahan.  Diagnosis dapat ditegakkan dengan : Penurunan tekanan darah dan suhu tubuh, denyut nadi bertambah, kulit pucat, penderita mengeluh nyeri perut.
·         Perforasi usus 
·         Ileus paralitik
·         Peritonitis  Tanda tanda : penderita nampak kesakitan didaerah perut yang mendadak, kembung, tensi menurun, suara bising usus melemah, pekak hati berkurang. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan peningkatan lekosit dalam waktu singkat.
B. Komplikasi Ekstraintestinal
·       Kardiovaskuler (miokarditis)  Tanda klinis : Irama mendua, takikardi, bunyi jantung melemah, pembesaran jantung
·       Hematology (anemia)
·       Hepar dan kandung empedu (hepatomegali )
·       Ginjal (gagal ginjal)
·       Tulang (kelemahan)
·       Neuropsikiatrik (hilang kesadaran)
H. PENATALAKSANAAN DEMAM TIFOID
  • Perawatan  Perlu isolasi, observasi, dan pengobatan di rumah sakit. Tirah baring mutlak minimal 7 hari bebas demam atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus, mobilisasi bertahap, perubahan posisi, perhatikan defekasi dan pola berkemih. Istirahat total untuk mencegah komplikasi komplikasi parah. Mobilisasi dilakukan secara bertahap yaitu: duduk waktu makan pada hari ke 2 bebs panas, berdiri pada hari ke 7 bebas panas, berjalanpada hari ke10 bebas panas,
  • Diet  Makanan padat dengan nasi dan lauk pauk rendah selulosa. Diet harus cukup kalori dan tinggi protein.
  • Madikasi yang diberikan adalah pemberian antibiotik diantaranya adalah :
- Kloramfenikol
- Tiamfenikol
- Kotrimoksasol
- Ampisillin
- Fluorokinolon
- Sefalosforin generasi ketiga

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN DEMAM TIFOID
·         Pengkajian
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan, tanggal MR.
2. Keluhan Utama
Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.
3.    Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
4.    Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma.
5.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.
6.    Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang dideritanya.
7.    Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah dalam kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
3) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
4) Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
5) Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
6) Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi perubahan.
7) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
9) Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah penyakitnya.
10) Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan perannya selama sakit.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu.
8.      Pemeriksaan Fisik
1)      Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat, mual, perut tidak enak, anorexia.
2) Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal, konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
3) Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen ditemukan nyeri tekan.
4) Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat cuping hidung.            
5) Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.
6) Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
7) Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg BB/jam.
8) Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada gangguan.
9) Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan tonsil.
10) Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam penderita penyakit thypoid.

·         Diagnosa keperawatan
1.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi Salmonella Typhii
2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest.
4.      Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah).

·         Intervensi dan Implementasi
1.      Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhsi
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
Kriteria hasil :  Pasien melaporkan peningkatan suhu tubuh
Mencari pertolongan untuk pencegahan peningkatan suhu tubuh.
Turgor kulit membaik
Intervensi :
-       Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang peningkatan suhu tubuh.
R/ agar klien dan keluarga mengetahui sebab dari peningkatan suhu dan membantu mengurangi kecemasan yang timbul.
-       Anjurkan klien menggunakan pakaian tipis dan menyerap keringat.
R/ untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh.
-       Batasi pengunjung.
R/ agar klien merasa tenang dan udara di dalam ruangan tidak terasa panas.
-          Observasi TTV tiap 4 jam sekali
R/ tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien
-          Anjurkan pasien untuk banyak minum, minum ±  2,5 liter / 24 jam  
R/ peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak
-          Memberikan kompres dingin.
R/ untuk membantu menurunkan suhu tubuh
-          Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tx antibiotik dan antipiretikÓ
R/ antibiotik untuk mengurangi infeksi dan antipiretik untuk menurangi panas.

2.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :  -  Nafsu makan meningkat
- Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
Intervensi
-          Jelaskan pada klien dan keluarga tentang manfaat makanan/nutrisi.
R/ untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang nutrisi sehingga motivasi untuk makan meningkat.
-          Timbang berat badan klien setiap 2 hari.
R/ untuk mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan.
-          Beri nutrisi dengan diet lembek, tidak mengandung banyak serat, tidak merangsang, maupun menimbulkan banyak gas dan dihidangkan saat masih hangat.
R/ untuk meningkatkan asupan makanan karena mudah ditelan.
-          Beri makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
R/ untuk menghindari mual dan muntah.
-          Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida dan nutrisi parenteral.
R/ antasida mengurangi rasa mual dan muntah.

3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bed rest
Tujuan : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Kriteria hasil :  Kebutuhan personal terpenuhi
Dapat melakukan gerakkan yang bermanfaat bagi tubuh.
Memenuhi AKS dengan teknik penghematan energi.
Intervensi :
-          Beri motivasi pada pasien dan kelurga untuk melakukan mobilisasi sebatas kemampuan (missal. Miring kanan, miring kiri).
R/ agar pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mobilisasi bagi pasien yang bedrest.
-          Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas (makan, minum).
R/ untuk mengetahui sejauh mana kelemahan yang terjadi.
-          Dekatkan keperluan pasien dalam jangkauannya.
R/ untuk mempermudah pasien dalam melakukan aktivitas.
-          Berikan latihan mobilisasi secara bertahap sesudah demam hilang.
R/ untuk menghindari kekakuan sendi dan mencegah adanya dekubitus.
4.      Gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Tujuan : tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
Kriteria hasil :  Turgor kulit meningkat
Wajah tidak nampak pucat
Intervensi :
-          Berikan penjelasan tentang pentingnya kebutuhan cairan pada pasien dan keluarga.
R/ untuk mempermudah pemberian cairan (minum) pada pasien.
-          Observasi pemasukan dan pengeluaran cairan.
R/ untuk mengetahui keseimbangan cairan.
-          Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 liter / 24 jam.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan.
-          Observasi kelancaran tetesan infuse.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan mencegah adanya odem.
-          Kolaborasi dengan dokter untuk terapi cairan (oral / parenteral).
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan yang tidak terpenuhi (secara parenteral).
·         Evaluasi
Dari hasil intervensi yang telah tertulis, evaluasi yang diharapkan :
Dx : peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhii
Evaluasi : suhu tubuh normal (36 o C) atau terkontrol.
Dx : gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia.
Evaluasi : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi adekuat.
Dx : intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan/bedrest
Evaluasi : pasien bisa melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) optimal.
Dx : gangguan keseimbangan cairan (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan pengeluaran cairan yang berlebihan (diare/muntah)
Evaluasi : kebutuhan cairan terpenuhi




























DAFTAR PUSTAKA

Rahmad Juwono, 1996, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Sjaifoellah Noer, 1998, Standar Perawatan Pasien, Monica Ester, Jakarta.
Henderson, M.A (1992), Ilmu bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.
Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume2,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
http://dezlicious.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_30.html



1 comment:

  1. Thanks sob materi'y bagus n ney sob blog Q lo u mau kunjungi My Blog at http://aanborneo.blogspot.com/....
    salam kenal.. :)

    ReplyDelete