BAB I
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep
Dasar Meningitis Tubercolosis
1. Pengertian
Meningitis Tubercolosis
Meningitis adalah
peradangan selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang
menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. (Suriadi, 2001 : 201).
Tubercolosis
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Myobacterium Tubercolosis dan
Myobacterium Bovis. Basil Tubercolosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi mati dalam cairan yang bersuhu 60oC
kumpulan protein hasil Tubercolosis menyebabkan sifat tahan asam merupakan
penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya epitoloid dan tuberkel
(Ngastiyah, 2005 : 63 ).
Meningitis
Tubercolosis terjadi akibat komplikasi penyebaran Tubercolosis primer, biasanya
dari paru. (Ngastiyah, 2005 : 188).
Dari pengertian di
atas Meningitis Tubercolosis adalah peradangan pada selaput meningen dan
merupakan komplikasi dari penyakit tuberkulosis primer biasanya di paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosa.
2. Anatomi
dan Fisiologi Selaput Otak
a.
Anatomi
Selaput Otak
Selaput otak
terdiri dari 3 (tiga) lapisan yaitu, Duramaster, Arachnoidea, dan Piameter.
1)
Duramater
(Pachymenin )
Duramater adalah
membran putih tebal yang kasar, yang menutupi seluruh otak dan medulla spinalis.
Duramater terdiri dari lapisan yang berfusi kecuali di dalam tulang tengkorak,
dimana lapisan telurnya melekat pada tulang dan terdapat sinus venosus. Lapisan
ini dinamakan lapisan dura endosteal dan dura meningeal. Falz serebri adalah
lapisan vertikal durameter yang memisahkan kedua hemisfer serebri pada garis
tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dri duramater yang memisahkan
lobus oksipitalis dari serebelum.
2)
Arachnoiedia
( Leptomeninx )
Arachnoiedia
merupakan membrane lembut yang bersatu di tempatnya dengan piameter,
diantaranya terdapat ruang subarachnoid dimana terdapat arteri dan vena
serebral dipenuhi oleh cairan serebro spinal. Arachnoiedia meliputi otak dan
modula spsinalis. Sisterna magna adalah bagian terbesar dari ruang sub
arachnoid di sebelah otak belakang, memenuhi celah diantara serebelum medulla
ablongata.
3)
Piameter
Piameter merupakan
membrane halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak
dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan terbawah yang langsung
melekat dengan permukaan otak dan seluruh modula spinalis.
b.
Fisiologi
Selaput Otak
Adapun fungsi meningeal adalah sebagai berikut :
1)
Meningeal
berisi carian serebro spinal yang berfungsi membasahi sistem syaraf pusat.
Selain itu cairan ini berfungsi sebagai bantal penahan trauma mekanik dan
nutrisi bagi neuron – neuron.
2)
Kaya
akan pembuluh darah kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah besar.
3)
Menyelubungi
dan melindungi susunan syaraf.
4)
Melindungi
pembuluh darah dan menutupi sinus venosus.
3. Etiologi
Meningitis Tubercolosa
Penyebab Meningitis
Tubercolosis adalah akibat komplikasi penyebaran Tubercolosis primer, melalui
pembentukan tiberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau
vertebrata yang kemudian pecah didalam rongga arachnoid. ( Ngastiyah, 2005 :
188 ).
Penyebab Meningits
Toberculosa adalah basil tuberkel (mycobacterium tuberculosa) (Elisabeth Indah,
1998 : 18).
Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab meningitis tuberculosa adalah
mycobacterium tuberculosa.
4. Patofisiologi
Meningitis
tuberkulosa terjadi akibat komplikasi tuberkulosis primer, biasanya dari paru.
Meningitis terjadi bukan karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh
penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel
pada selaput otak, sum-sum tulang belakang atau pertebra yang kemudian pecah ke
dalam rongga arracnoid (Rich dan McCordeck).
Mikobakterium
tuberkulosa masuk ke saluran napas, masuk ke paru terjadi infeksi (TBC Paru)
terjadi penyebaran melalui berbagai saluran organ yang berdekatan dengan otak
masuk membentuk tuberkel pada selaput otak dan pecah di arhakoid terjadi
radang, selain itu terjadi penyebaran masuk ke sum-sum tulang belakang/vetebra
membentuk tuberkel pada selaput otak dan pecah di rongga arakhnoid dan terjadi
radang. Efek peradangan akan menyebabkan kenaikan suhu tubuh dan peningkatan
cairan cerebrospinalis sehingga terjadi obstruksi pada aliran darah dan
selanjutnya menyebabkan hydrosefalus dan peningkatan tekanan intra kranial.
Selain itu dapat meningkatkan atau menurunkan tekanan darah. Efek yang lain
dari peradangan tersebut adalah hiperemi pada meningen, edema dan eksudasi yang
kesemuanya menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial.
Akibat dari
peningkatan tekanan intra kranial (TIK) akan menyebabkan sakit kepala, muntah,
anoreksia, dan gangguan fungsional syarap motorik dan sensorik sehingga terjadi
kejang dan kaku kuduk. Eksudat terdiri dari bakteri fibrim dan leukosit yang
dibentuk di ruang sub arakhnoid. Penumpukan eksudat pada cairan serebrospinal
akan bertambah dan mengganggu aliran cairan cerebrospinal di sekitar otak dan
medula spinalis sehingga terjadi pasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah
dan menekan saraf-saraf terutama (N.III) Nervus Oculomotorius, (N.IV) Nervus
Trochlearis, (N.VI) Nervus Abdusen, (N.VII) Nervu Fasialis, dan (N.VIII) Nervus
Stato-Akustikus atau Vestibulo Kokhlearis, selain itu dapat menimbulkan ruptur
atau trombosis dinding pembuluh darah dan jaringan otak kemudian terjadi
infark sehingga terjadi gangguan
kesadaran.
Gangguan kesadaran
dapat menimbulkan gangguan perpusi jaringan otak, hal itu dapat mempengaruhi pertukaran
O2 dan CO2 di jaringan otak, sehingga sering terjadi pernapasan cheyne stokes
dan suplai O2 ke otak berkurang sehingga otak menjadi rusak dan mempengaruhi
saraf motorik yang dapat mengakibatkan penurunan kekuatan otot dan akhirnya
terjadi kelumpuhan anggota gerak sampai dengan altrofi anggota gerak.
5. Manifestasi
Klinis Meningitis Tuberculosa
a.
Gejala
Stadium Awal
Gejala biasanya
didahului oleh stadium prodromal berupa iritasi selaput otak, Meningitis
biasanya mulai perlahan – lahan tanpa panas atau terdapat kenaikan suhu yang
ringan saja, jarang terjadi akut dan panas yang tinggi, anak mudah terangsang
atau menjadi apatis dan tidurnya sering terganggu, anak mengeluh nyeri kepala,
anoreksia, obstipasi dan muntah sering dijumpai.
b.
Gejala
Stadium Transisi
Diawali dengan
kejang dan gejala di atas menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal
mulai nyata, kuduk kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus.
Reflek tendon menjadi lebih tinggi, ubun – ubun menonjol, dan umumnya juga
terdapat kelumpuhan urat syaraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan
nistagmus suhu tubuh menjadi lebih tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga
timbul stupor.
c.
Gejala
Stadium Terminal
Berupa kelumpuhan –
kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar dan tidak bereaksi sama
sekali, nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, sering terjadi pernafasan
“cheyne stoke” hiperperiksia timbul dan anak meninggal tanpa kesadaran pulih
kembali. (Ngastiyah, 2005 : 183 ).
6. Pemeriksaan
Diagnostik meningitis Tuberculosa
a.
Pemeriksaan
lumbal fungsi
Pada meningitis
tubercolosis, diperoleh hasil pemeriksaan lumbal fungsi berupa cairan
serebrospinalis yang jernih, juga adanya kelainan radiologis serta adanya
sumber di dalam keluarga.
Pemeriksaan
bakteriologik dan laboratorium lainnya, likuor serebrospinalis berwarna jernih,
opalesen atau kekuning – kuningan (xantrokan) bila cairan otak didiamkan akan
timbul finrinous web (pelikel) tempat yang sering ditemukan basil Tubercolosis.
b.
Pemeriksaan
darah
Diperoleh hasil
tekanan dan jumlah sel meninggi namun umumnya jarang melebihi 1.500/3 mm3
dan terdiri dari limfosit terutama kadar protein meninggi sedangkan kadar
glukosa dan klorida tidak menurun. (Ngastiyah, 2005 : 189 ).
7. Komplikasi
Meningitis Tuberculosa
Dapat terjadi
akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat, dapat
terjadi cacat neurologis berupa parese, paralisis sampai deserebrasi,
hidrosefalus akibat sumbatan, resorpsi berkurang atau produksi berlebihan dari
likuor serebrospinalis, anak juga dapat menjadi buta atau tuli kadang – kadang
menderita retardasi mental. (Ngastiyah, 2005 : 189 ).
8. Penanganan
Meningitis Tuberculosa
Pengobatan yang diberikan pada klien Meningitis
Tubercolosis adalah pada prinsipnya sama
dengan pengobatan spesifik TBC paru yaitu, kombinasi INH (Isonikotinil Hidrazid) dengan 2 dari 3 macam
tuberkulostika dibawah ini selama dua tahun
Tabel 2. 2
Jenis dan Dosis Obat TBC Anak Sesuai Dengan Berat Badan
Anak
Jenis Obat
|
BB < 10 kg
|
BB 10-20 kg
|
BB 20-33 kg
|
Isoniazid
|
50 mg
|
100 mg
|
200 mg
|
Rifampisin
|
75 mg
|
150 mg
|
300 mg
|
Pirasinamid
|
150 mg
|
300 mg
|
600 mg
|
Sumber : Berdasarkan Rekomendasi IDAI
Bila ada resistensi
terhadap salah satu obat tersebut maka dapat diganti reserve drugs dan ada
beberapa Dokter yang menggunakan antibiotika lain dan obat spesifik TBC
ditambah dengan Kortikosteroid, pengobatan simtomatik bila terjadi kejang,
koreksi dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan
fisiotherafi.
Sedangkan Elizabeth
Indah (1998 : 13), berpendapat bahwa manajemen terapi pada klien dengan
meningitis meliputi :
a.
Isolasi
pencegahan
b.
Terapi
antimikroba awal ; seperti kombinasi ampicylin dan Chloromycetin intravena.
c.
Pemeliharaan
hidrasi optium
d.
Pemeliharaan
ventilasi
e.
Mengurangi
peningkatan tekanan intracranial
f.
Mengontrol
kejang
g.
Mengontrol
temperatur tinggi
h.
Koreksi
anemia
i.
Penanganan
komplikasi
9. Dampak
Penyakit Meningitis Tubercolosis Terhadap Sistem Tubuh
a.
Sistem
Pernafasan
Pada
klien biasanya didapatkan pernafasan cheyne stokes sehingga terdapat gangguan
kebutuhan O2. Adanya lendir yang terkumpul dalam rongga mulut dapat
menghalangi kelancaran lalu lintas udara (O2), disamping itu dapat
menyebabkan terjadi aspirasi jika tidak sering dihisap.
b.
Sistem
Kardiovaskuler
Pada
klien Meningitis akan ada peningkatan tekanan darah dan terkadang juga
menurunkan sebagai akibat dari adanya bendungan pembuluh-pembuluh darah pada
piamater serta pembesaran fleksus koroideus.
c.
Sistem
Pencernaan
Klien
dengan penurunan kesadaran akan mengalami gangguan menelan, muntah, dan
anoreksia sehingga asupan nutrisi tidak adekuat. Bisa juga terjadi diare atau
terjadi konstipasi sebagai akibat menurunnya peristaltik usus karena adanya
intoleransi aktifitas dan immobilisasi.
d.
Sistem
Perkemihan
Karena
adanya penurunan kesadaran, maka akan terjadi inkontinensia urine atau juga
retensi urine. Ini disebabkan oleh asupan cairan tidak adekuat dan tidak dapat
mengontrol keinginan untuk berkemih.
e.
Sistem
Saraf
Terjadi
karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yang mengenai seluruh
organ tubuh melalui pembuluh darah limfe didalam tubuh antara lain sistem saraf
pusat (otak), dapat menyebabkan kesadaran klien menurun yaitu dari apatis
sampai koma dan kadang terjadi kejang.
f.
Sistem
Integumen
Suhu
tubuh meningkat karena infeksi akut sehingga menyebabkan gangguan sistem
termoregulasi. Karena suhu tubuh yang tinggi tersebut akan dapat mengeluarkan
banyak keringat, maka selalu basah dan akan timbul ruam dan lecet. Akan mudah
terjadi dekubitus bila tidak sering diubah letak baringnya, karena klien dengan
Meningitis keadaannya sering koma atau stupor.
g.
Sistem
Muskuloskeletal
Biasanya
klien dengan meningitis tubercolosis sering mengalami kejang yang makin lama
makin sering dan makin berat, kerusakan terjadi pada otak sehingga gejala sisa
akan berat pula. Adanya pernafasa cheyne stokes menyebabkan masukan O2
kurang, akibatnya terjadi anoksia otak. Akibat selanjutnya dapat menimbulkan
berbagai kelumpuhan. Yang sering ditemukan adalah kelumpuhan anggota gerak,
yang awalnya bersifat flaksid (lemas) kemudian terjadi spastis yang akhirnya
akan menyebabkan deformitas anggota gerak.
E. Proses
Asuhan Keperawatan pada Meningitis Tubercolosis
1. Pengkajian
Pengkajian
merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara
keseluruhan. Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data keperawatan,
pengelompokan data atau analisa data, dan perumusan diagnosa keperawatan
(Gaffar, 1999 : 54). Tahap pengkajian terdiri dari kegiatan yaitu :
a.
Pengumpulan
data
Dari data-data yang
telah terkumpul tersebut lalu dikelompokan menjadi dat dasar dan data khusus.
Data dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data psikososial,
data spiritual dan data tumbuh kembang. Data tumbuh kembang pada anak-anak meliputi pola tumbuh kembang seperti
kemampuan tugas perkembangan pada periode tertentu. (Gaffar, 1999 : 59-60).
Data khusus adalah
data yang bersifat khsusus, misalnya laporan operasi, laboratorium, pemeriksaan
rontgen dan sebagainya.
1)
Biodata
a)
Identitas
Klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No Rekam Medik, tanggal
masuk, tanggal dan jam pengkajian.
b)
Identitas
keluarga terdiri dari ayah, ibu, wali.
Identitas penanggung jawab mencakup : nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, Pendidikan dan alamat.
2)
Riwayat
kesehatan Sekarang
a)
Keluhan
Utama
Keluhan utama menjelaskan tentang keluhan yang terjadi
saat dikaji. Biasanya pada anak dengan Meningitis Tubercolosis orang tuanya
mengeluhkan kesadaran menurun atau tidak sadar.
b)
Keluhan
kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan
sekarang merupakan pengembangan dari keluhan utama secara detail dengan
menggunakan PQRST, yang menguraikan riwayat perjalanan dan perkembangan
penyakit sampai keadaan riwayat kesehatan sekarang, dan gejala yang sering
ditemukan seperti lesu, kesadaran menurun, anoreksia, kejang, dan penurunan
nafsu makan.
(1)
P
: Paliatif : yaitu apa yang memperberat gangguan kesadaran yang dialami klien
(2)
Q
: Qualitatif yaitu bagaimana kualitas dari gangguan tingkat kesadaran yang
dialami klien biasanya dengan menggunakan GCS (Skala coma glasglow) anak usia
toddler
(3)
R
: Regio bila ada gangguan kesadaran bagian otak yang mana yang mengalami
kerusakan.
(4)
S
: Severity seberapa berat gejala penyakit yang dialami dan berlangsung dalam
keadaan bagaimana biasanya klien mengalami gangguan kesadaran bila ada
peningkatan tekanan intrakranial.
(5)
T
: Timing, sudah berapa lama klien mengalami penurunan kesadaran.
c)
Riwayat
kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan
dahulu menjelaskan tentang awal perawatan di RS, alergi, penyakit kronis dan
riwayat operasi. Juga menjelaskan tentang penyakit yang pernah diderita klien
yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang. Apakah pernah mengalami penyakit
TBC paru serta pengobatannya bagaimana.
d)
Riwayat
kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan
keluarga menjelaskan keadaan kondisi anggota keluarga apakah ada yang pernah
menderita penyakit menular seperti TBC Paru.
3)
Riwayat
Kehamilan dan Persalinan
a)
Kehamilan
Menjelaskan tentang
keadaan kehamilan, kunjungan selama kehamilan, jenis pelayanan kesehatan yang
digunakan, keluhan selama kehamilan. Dan apakah ibu penah menderita TBC paru
pada waktu hamil.
b)
Persalinan
Menjelaskan usia
kehamilan klien lahir dimana, ditolong oleh siapa, lahir tanpa tindakan
(spontan), atau dengan tindakan karena ada penyulit, apakah partus lama, panjang badan dan berat badan saat lahir
serta kelainan pada saat persalinan.
4)
Riwayat
Imunisasi dan Makanan
a)
Imunisasi
Apakah sudah di diumunisasi BCG, bila anak belum apa alasannya.
b)
Makanan
Menjelaskan tentang perolehan ASI eksklusif, atau pemberian PASI pada usia berapa bulan,
dan jenis PASI yang diberikan apa, apakah ada riwayat anak susah makan.
5)
Riwayat
Psikososial
Respon psikologis
klien dan orang tua akibat hospitalisasi juga perlu dikaji agar memudahkan
dalam menentukan intervensi. Bagaimana reaksi klien selama sakit dan perasaan
orang tua melihat keadaan anaknya yang sedang sakit.
6)
Data
Spiritual
Perlu dikaji
keyakinan keluarga, dan sumber kekuatan pandangan terhadap penyakit yang sedang
diderita yaitu meningitis akibat TBC.
7)
Pola
Aktivitas Sehari – hari
a)
Pola
Nutrisi
Pada klien Meningitis tubercolosis ditemukan perubahan
pola nutrisi dimana klien mengalami penurunan kesadaran sehingga terjadi
gangguan menelan dan seringkali disertai muntah-muntah.
b)
Pola
Eliminasi
Pola eliminasi klien dengan Meningitis tubercolosis
biasanya sering terjadi diare. Sering juga terjadi inkontinensia urine atau
juga retensi urine.
c)
Pola
Istirahat Tidur
Perubahan pola istirahat tidur dapat terjadi jika anak
mengalami nyeri sehingga anak menjadi gelisah dan rewel, biasanya kualitas dan
kuantitas tidur klien berkurang. Tapi bila sudah terjadi penurunan kesadaran (koma)
hal ini tidak dapat diukur.
d)
Pola
Personal Hygiene
Pengkajian dilakukan dengan menanyakan apakah sudah
mencuci tangan sebelum makan, frekuensi mandi, menyikat gigi, keramas dan
menggunting kuku sebelum sakit dan setelah sakit.
8)
Pemeriksaan
Fisik
a)
Keadaan
Umum
Keadaan umum klien sewaktu dilakukan pengkajian, biasanya
klien lemah kesadaran menurun sering ditemukan yaitu dimulai dari apatis,
samnolen, sopor, sampai koma dinilai dengan menggunakan GCS. Gangguan sistem persarafan terutama saraf
kranial. Saraf kranial yaitu :
(1) Nervus Olfaktoriuos (N.1) : untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan terhadap fungsi penciuman.
(2) Nervus Optikus (N.II): Pemeriksaan ketajaman penglihatan
dan lapang pandang.
(3) Nervus Okulomotorius (N.III): Kontriksi pupil, gerak
kelopak mata dan pergerakan bola mata.
(4) Nervus Trochlearis (N.IV): Pergerakan mata kebawah dan
kedalam.
(5) Nervus Trigeminus (N.V): Mensuplai sensasi atau refleks
kornea, mokusa mulut dan hidung serta kulit muka
(6) Nervus Abdusen (N.VI): Pergerakan mata bilateral.
(7) Nervus Fasialis (N.VII): Mempersarafi seluruh otot -
otot wajah yang mempunyai fungsi sensorik dan motorik seperti bentuk simetris
atau tidak, gerakan-gerakan abnormal (grimacing, tremor) dan ekspresi muka.
(8) Nervus Auditorius (N.VIII): Fungsi keseimbangan dan
pendengaran.
(9) Nervus Glosophryngeus (N.IX): Mengivasi otot - atot untuk
menelan, mensuplai sensasi membran mukosa faring dan mempersyarafi 1/3 bagian
belakang lidah.
(10) Nervus Vagus (N.X): Mengontrol proses menelan, pergerakan
uvula, pergerakan falatum mole, mengontrol mukosa faring dan tonsil..
(11) Nervus Asesoris (N.XI) : Mensuplai otot-atot
sternochleidomastoideus dan otot - otot travezius.
(12) Nervus Hipoglosus (N.XII): Responsibel untuk lidah,
pergerakan waktu menelan dan bicara.
Untuk mengikuti tingkat kesadaran dapat digunakan skala coma glasglow yang
memperhatikan tanggapan atau respon penderita terhadap rangsang dan memberikan
nilai pada respon tersebut :
Tabel 2.3 Skala
Koma Glasgow
Buka mata
|
Spontan
Terhadap
panggilan
Terhadap
nyeri
Tidak
membuka sama sekali
|
4
3
2
1
|
Respons
Verbal Terbalik
|
Berorintasi
pada waktu, tempat dan orang
Respons
verbal menandakan adanya konfusi dan disorientasi
Kata-kata
tidak tepat sehingga tidak ada artinya suara tidak ada artinya tidak ada
Suara tidak
ada artinya
Tidak ada
respons verbal
|
5
4
3
2
1
|
Respons
motorik terbaik
|
Menuruti
perintah menggerakkan bagian tubuh
Berusaha
menghentikan stimulus yang menyakitkan
Respons
nyeri dekortikasi (Fleksi lengan)
Respons
nyeri dserebrasi (Ekstensi dan Rotasi Internal tangan)
Tidak ada
respons motorik
|
5
4
3
2
1
|
Adapun patologis tingkat kesadaran dapat berubah dimulai dari :
(1)
Delirium
: menunjukkan penurunan kesadaran disertai peningkatan yang abnormal dari
aktivitas psikomotor dan siklus tidur/bangun yang terganggu. Pada keadaan ini
pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi, berteriak, aktivitas
motoriknya meningkat, meronta-ronta.
(2)
Samnolen
: keadaan mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang, samnolen
disebut juga sebagai letargi, obtundasi, tingkat kesadaran ini ditandai oleh
mudahnya penderita dibangunkan, mampu memberi jawab verbal dan menangkis
rangsang nyeri.
(3)
Sopor
(stupor) : kantuk yang dalam. Penderita
masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, namun kesadarannya menurun lagi, ia masih dapat mengikuti
suruhan yang singkat dan masih terdapat gerakan spontan. Dengan rangsang nyeri
penderita tidak dapat dibangunkan secara sempurna. Reaksi terhadap perintah
tidak konsisten dan samar. Tidak dapat diperoleh jawaban verbal dari penderita.
Gerak untuk menangkis rangsang nyeri masih baik.
(4)
Koma
Ringan : pada keadaan ini tidak ada respon terhadap rangsang verbal, refleks
(kornea, pupil dan lain sebagainya) masih baik, gerakan terutama timbul sebagai
respons terhadap rangsang nyeri, reaksi terhadap rangsang nyeri tidak
terorganisasi, merupakan jawaban “primitif”. Penderita sama sekali tidak dapat
dibangunkan.
(5)
Koma
(dalam atau konflik) : tidak ada gerakan spontan. Tidak ada jawaban sama sekali
terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun kuatnya.
Pembagian tingkat
kesadaran diatas merupakan pembagian dalam tingkat klinis, dan batas antara
tingkat ini tidak tegas. Tidaklah mengherankan bila kita menjumpai kata
soporo-coma samnolen-sopor.
b)
Tanda
– tanda vital dapat ditemukan peningkatan suhu. Bila terjadi peningkatan suhu
tubuh dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas dan juga nadi. Dapat juga
ditemukan tekanan darah yang meningkat.
c)
Status
gizi dapat ditemukan penurunan berat badan normal
d)
Pemeriksaan
Head To Toe Pada Meningitis Tuberkulosa Usia Infant (0-12 bulan)
(1)
Kepala
dan Leher
Ukuran lingkar
kepala akan bertambah bila ada hidrosefalus, ubun-ubun akan menonjol bila ada
TIK/hidrosefalus, pontanel sudah menutup atau belum, seharusnya pontanel
anterior menutup pada usia 15 bulan, kulit kepala kotor, nyeri kepala, apasia,
gangguan sensori motoris, kerusakan komunikasi, kaku kuduk, refleks brudzensky
positif bila kepala ditekuk kedua kaki terangkat, positif 1 bila sebelah kaki
terangkat, ada benjolan atau pembesaran getah bening di leher, kebersihan leher
banyak keringat dan kotor.
(2)
Mata
Mata menonjol bila tekanan intrakranial meningkat, mata
tidak simetris, mata boneka, palpebra ptosis (menggantung atau menutup), konjungtiva pucat, skelera putih, pupil miosis atau midriasis, isokor an isokor
bergerak abnormal, strabismus, nistagmus, refleks pupil menurun atau tidak,
kelemahan saraf mata, penglihatan menurun.
(3)
Hidung
Penciuman menurun, pernapasan cuping hidung, ada sekret
di lubang hidung
(4)
Telinga
Terhadap rangsangan suara menurun dan kebersihan telinga
menurun
(5)
Mulut
dan tenggorokan
Adanya sekret, bibir dan mukosa mulut kering, tonsil
membesar, refleks menelan atau menggigit menurun, muntah atau regurgitasi,
kekakuan pada mulut, anoreksia.
(6)
Dada/Toraks
Adanya depormitas toraks, pola napas cepat, ada
pergerakan dinding dada, ada retraksi otot dada, adanya ronkhi dan bising paru,
ada sputum, bunyi jantung cepat dan keras, titik infuls maksimum. Lengkung
tulang belakang skoliosis, kiposis.
(7)
Abdomen
Nyeri abdomen, kaku, peristaltik usus biasanya menurun,
perkusi biasanya timpani, distensi abdomen, pembesaran hati dan limpa, mual dan
muntah, ada kram dan tenesmus, vesika urinaria bisa penuh akibat retensio urine
kosong bila inkontinensia urin.
(8)
Genetalia
dan Anus
Bentuk normal, adanya lesi, interkontinensia urin dan
retensia urin.
(9)
Integumen
Turgor kulit
menurun, sensibilitas menurun, bila ada peningkatan suhu tubuh teraba panas,
banyak keringat, pucat sianosis kebiruan bila kurang O2, dekubitus akibat tirah
baring.
(10)
Ekstremitas
Adanya atrofi dan hipertrofi otot, masa otot tidak
simetris, tonus otot meningkat, spastisitas positif, flaksiditas positif,
rentang gerak terbatas, kelemahan otot, gerakan abnormal seperti tremor distonia, atetosis, persendian
kontaktur, oedema, tanda kernig positif (nyeri bila kaki diangkat dan dilipat).
Deserebrasi biasanya bilateral (dalam posisi terlentang pergelangan tangan
fleksi dan mengepal, dorsalis pedis ekstensi) refleks lutut (patela menurun,
refleks babinsky positif).
9)
Pemeriksaan
Penunjang
a)
Pemeriksaan
Laboratorium
(1)
Pemeriksaan
Darah
Biasanya ditemukan tekanan dan jumlah sel meningkat namun
umumnya jarang melebihi 1.500/3 mm3 dan terdiri dari lifosit.
(2)
Cairan
Serebrospinal
Biasanya berupa cairan serebrospinal yang jernih, cairan
meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun 2/3
dari gula darah, protein meningkat.
b)
Pemeriksaan
Radiologi
Pemeriksaan fhoto thorax, foto kepala, vertebrata, EEG,
Scaning otak dan laju endap darah.
10) Pengobatan
Manajemen terapi meliputi : isolasi pencegahan, terapi
antimikroba awal : seperti kombinasi ampicyllin dan chloramycetin intravena.
Pemeliharaan hidrasi optimum, pemeliharaan ventilasi, mengurangi peningkatan
tekanan intracranial, mengontrol kejang, mengontrol temperatur tinggi, koreksi
anemia, penanganan komplikasi. (Elizabeth Indah, 1998 : 13).
11) Analisa Data
Analisa data berarti mengkaitkan, menghubungkan data yang
diperoleh dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk mengetahui
masalah keperawatan klien. (Gaffar, 1999 : 60)
No comments:
Post a Comment