Blog ini secara teknis adalah BLOG Pribadi, tapi tidak menutup kemungkinan jika suatu saat nanti blog ini berkembang menjadi BLOG publik
Thursday, March 29, 2012
Wednesday, March 21, 2012
Gangguan Konsep Diri
A.
PENGERTIAN
Konsep
diri adalah semua ide, pikiran, kepecayaan dan pendirian yang di ketahui
individu tentang diri nya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan
orang lain (Stuart dan Sundee, 1991). Termasuk persepsi individu akan sifat ke mampuannya,
interaksi antara orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan
pengalaman dan objek, tujuan serta ke inginannya.
Beck
Willian dan Rawlin 1986. Lebih menjelaskan bahwa konsep diri adalah cara
individu memandang dirinya secara utuh: fisikal, emosional, intelektual, sosial,
dan spiritual. Secara umum di sepakati bahwa konsep diri belum ada saat lahir
,konsep diri berkembang secara bertahap saat bayi mulai mengenal dan membedakan
dirinya dengan orang lain. Perkembangan konsep diri terpacu cepat dengan
perkembangan bicara. Nama dan panggilan anak merupakan aspek bahasa yang utama
dalam membantu perkembangan identitas.
Potter &
Perry (1993), konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial,
sensasinya juga didasarkan bagaimana orang lain memandangnya.
Konsep
diri di pelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang
lain. Pandangan idifidu tentang dirinya di pengaruhi oleh bagaimana individu
mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.
Keluarga
mempunyai peran yang penting dalam membantu perkembangan konsep diri terutama
pada pengalaman masa kanak-anak. (Dikutip oleh Stuart dan Sunden, 1991).
Mengemukakan pengalaman awal kehidupan dalam keluarga merupakan dasar
pembentukan konsep diri. Keluarga dapat memberikan:
1. Perasaan
mampu atau tidak mampu
2. Perasaan
diterima atau di tolak
3. Kesempatan
untuk identifikasi
4. Penghargaan
yang pantas tentang tujuan, perilaku dan nilai.
Suasana
keluarga yang saling menghargai dan mempunyai pandangan yang positif akan
mendorong kreatifitas anak, menghasilkan perasaan positif yang berarti.
Penerimaan keluarga akan kemampuan anak sesuai dengan perkembangannya sangat
mendorong aktualisasi diri dan kesadaran akan potensi dirinya. Tidak dianjurkan
menggunakan kata-kata :“ Jangan”, “tidak boleh”, “nakal” tanpa penjelasan lebih
lanjut.
Dapat
disimpulkan, konsep diri merupakan aspek kritikal dan dasar dari prilaku
individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih
efektip yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan
penguasaan lingkungan. Konsep diri yang negatif, dapat dilihat dari hubungan
individu dan sosial yang mal adaptif. Rentang respon individu terhadap konsep
dirinya dapat dilihat dari gambar.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSEP DIRI
Menurut
Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan,
Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception
(persepsi diri sendiri).
(persepsi diri sendiri).
1.
Teori perkembangan.
Konsep diri
belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap sejak lahir seperti
mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan
kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan berkembang
melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau
pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan interpersonal,
kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat
serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.
2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
2. Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat )
Dimana
konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar
diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri
merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat
dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat
dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup,
pengaruh budaya dan sosialisasi.
3. Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu terhadap
diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya
akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan
pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan
dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat
berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat
dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.
Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan
sosial yang terganggu. Menurut Stuart dan Sundeen Penilaian tentang konsep diri
dapat di lihat berdasarkan rentang rentang respon konsep diri yaitu: Respon
Adaptif Respon Maladaptif.
Konsep
diri terdiri dari 5 komponen yaitu:
1. Gambaran
diri
Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap
tubuhnya secara sadar dan tidak sadart. (Stuart dan Sundeen, 1991). Sikap ini
mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan
dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.
Gambaran diri berhubungan erat dengan kepribadian. Cara
individun memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologisnya.
Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara individu
memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologinya.
Pandangan yang realistis terhadap dirinya manarima dan mengukur bagian tubuhnya
akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga
diri (Keliat, 1992).
Individu yang stabil, realistis dan konsisten terhadap gambaran dirinya
akan memperlihatkan kemampuan yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu
sukses dalam kehidupan. Banyak Faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri
seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi gambaran
diri. Stresor-stresor tersebut dapat berupa : Operasi. Seperti : mastektomi,
amputsi ,luka operasi yang semuanya mengubah gambaran diri. Demikian pula
tindakan koreksi seperti operasi plastik, protesa dan lain –lain.
Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu tadak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan dengan fungsi saraf.
Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fngsi tubuh. Seperti sering terjadi
pada klie gangguan jiwa , klien mempersiapkan penampilan dan pergerakan tubuh
sangat berbeda dengan kenyataan.
Tergantung pada mesin. Seperti : klien intensif care yang memandang
imobilisasi sebagai tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan
balik engan penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan. Perubahan
tubuh berkaitan
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia. Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan positif. Ketidakpuasan juga dirasakan seseorang jika didapati perubahan tubuh yang tidak ideal.
Umpan balik interpersonal yang negatif , umpan balik ini adanya tanggapan
yang tidak baik berupa celaan, makian sehingga dapat membuat seseorang menarik
diri.
Standard sosial budaya. Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.
Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :
Standard sosial budaya. Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu, seperti adanya perasaan minder.
Beberapa gangguan pada gambaran diri tersebut dapat menunjukan tanda dan gejala, seperti :
Syok Psikologis.
Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan
dapat terjadi pada saat pertama tindakan.syok psikologis digunakan sebagai
reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan perubahan
tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti mengingkari,
menolak dan proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
Menarik diri.
Klien menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi
karena tidak mungkin maka klien lari atau menghindar secara emosional. Klien
menjadi pasif, tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan
dalam perawatannya.
Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.
Setelah klien sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka
muncul. Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri
yang baru.
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu :
Tanda dan gejala dari gangguan gambaran diri di atas adalah proses yang adaptif, jika tampak gejala dan tanda-tanda berikut secara menetap maka respon klien dianggap maladaptif sehingga terjadi gangguan gambaran diri yaitu :
1. Menolak
untuk melihat dan menyentuh bagian yang berubah.
2. Tidak dapat
menerima perubahan struktur dan fungsi tubuh.
3. Mengurangi
kontak sosial sehingga terjadi menarik diri.
4. Perasaan
atau pandangan negatif terhadap tubuh.
5. Preokupasi
dengan bagian tubuh atau fungsi tubuh yang hilang.
6. Mengungkapkan
keputusasaan.
7. Mengungkapkan
ketakutan ditolak.
8. Depersonalisasi.
9. Menolak
penjelasan tentang perubahan tubuh.
2. Ideal
diri
Ideal diri adalah persepsi individu tentang
bagaimana ia harus berprilaku sesuai dengan standar pribadi (Stuart dan
Sundeen, 1991). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya
attau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan
mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (budaya,
keluarga) dan kepada siapa ia ingin lakukan.
Ideal diri mulai berkembang pada masa anak-anak.
Pada masa remaja idel diri akan dibentuk melalui proses identifikasi pada orang
tua, guru dan teman.
Menurut Ana Keliat ( 1998 ) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal
diri yaitu :
1. Kecenderungan
individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
2.
Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan
ideal diri.
3.
Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil,
kebutuhan yang realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan,
perasan cemas dan rendah diri.
4.
Kebutuhan yang realistis.
5.
Keinginan untuk menghindari kegagalan .
6.
Perasaan cemas dan rendah diri.
3. Harga
diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil
yang ingin dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal
diri (Stuart dan Sndeen, 1991).
Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga
diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu selalu sukses maka
cenderung harga diri tinggi. Jika individu sering gagal maka cenderung harga
diri rendah.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah
dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negatif self evaluasi
yang telah berlangsung lama ). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau
tidak langsung (nyata atau tidak nyata). Menurut beberapa ahli dikemukakan
faktor-Fator yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti :
Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang
tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal
mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain.
Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan
dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa
tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri
akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang terlalu
mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak
untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapatdicapai,
seperti cita –cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan
tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya
percaya diri akan hilang.
Gangguan fisik dan mental
Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Sistim keluarga yang tidak berfungsi.
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga
diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik yang negatif dan
berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu
jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang
negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di lingkungannya.
Pengalaman traumatik yang berulang,misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan
seksual.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma,mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.
Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya mengingkari trauma,mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan denial pada trauma.
4. Peran
Diri
Peran adalah pola sikap, priilaku, nilai dan tujuan
yang diharapkan dari sesorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Beck, dkk,
1984). Contoh, perawat adalah posisi (status), asuhan yang diberikan adalah
peran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang
harus di lakukan menurut Stuart and sundeen, 1998 adalah :
1. Kejelasan
prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran.
2.
Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran
yang dilakukan .
3.
Kesesuain dan keseimbangan antara peran yang di emban.
4.
Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap
perilaku peran.
5.
Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak
sesuain perilaku peran.
Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu :
Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu :
1. Kejelasan
prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang spesifik tentang
peran yang diharapkan .
2.
Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan
peranannya.
3.
Kejelasan budaya dan harapannya terhadap prilaku
perannya.
4.
Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak
selarasan
Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran.
Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran.
5. Identitas
Diri
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri
yang bersumber dari observasi dan
penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai satu
kesatuan yang utuh (Stuart dan Sundeen).
Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri
yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada
duanya. Kemandirin timbul dari perasaan berharga respek pada diri sendiri),
kemampuan dan penguasaan diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan
menerima dirinya.
Identitas berkembang sejak masa anak-anak bersamaan
dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis
kelamin.
Role Play: Gangguan Konsep Diri
Sinopsis
:
Sidik
adalah seorang mahasiswa yang tidak populer, keterbatasan dalam segi ekonomi
dan sosial membuatnya mengalami kesulitan untuk bersosialisasi, terlebih ketika
dia hendak bergabung dengan sekelompok mahasiswa lain yang mempunyai latar
belakang ekonomi dan sosial yang jauh melebihinya. Alih-alih mendapat sambutan
manis dirinya justru mendapat hinaan hingga membuatnya “down”, merasa diabaikan
membuatnya kehilangan nafsu makan sehingga dia harus dilarikan ke rumah sakit,
komplikasi antara gangguan psikososial dan gastritis yang menyerang dirinya
membuat sidik perlu mendapat penanganan khusus dari perawat disana. Mampukah
perawat menyelesaikan penyakit gastritis sekaligus gangguan psikologis yang
menyerang sidik?
Peran-peran
1.
Perawat
1 : Risma
2.
Perawat
2 : Tiara
3.
Perawat
3 : Puji
4.
Klien
: Sidiq
5.
Ibu
: Rivani
6.
Bapak
: Arief
7.
Mahasiswa
: Ihsan, Khoirul
dan Diki
Suatu hari disebuah
kampus ada sekelompok geng yang sangat populer mereka dari kalangan kaya. Ketua
gengnya sangat dsukai para gadis namanya Diki dia putih dan tampan, hari itu
dia dan teman-temannya sedang berbincang-bincang di kelas. Lalu datanglah
seorang mahasiswa yang bukan anggota geng itu, dia yang ingin bergabung dengan
geng itu, tapi anggota geng itu tidak menerima karena anggota barunya itu tidak
sesuai dengan kriteria geng tersebut.
Sidik :
“hai teman-teman boleh gabung gak?”
Khairul
: “siapa loe mau gabung sama
kita?”
Ihsan :
“hahai ngaca dulu dong, gak liat kaya gimana?”
Khairul
: “eh loe punya duit gak?”
Sidik :
“gak, tapi aku bisa jadi teman kalian, aku mau ngelakuin apa aja buat kalian”
Diki :
“mana bisa lah duit kaga punya, tampang apalagi jauh dari standar”
Ihsan :
“hooh...”
Khairul
: “kalo loe pengen jadi anggota
geng kita, loe harus punya duit dan setidaknya harus kaya bos kita. Ganteng,
tinggi, banyak pacar dan gak kaya loe udah pendek, jelek, culun pula”
Diki :
“gini deh sekarang mending loe pulang, loe ngaca noh di rumah loe, pantes gak
loe gabung sama kita-kita? Jangan mimpi deh loe”
Mendengar semua ejekan
tadi sidik pun merasa sangat dikucilkan. Dia menjadi anak pendiam, dia tidak
mau lagi berangkat kuliah, dia merasa sangat dikucilkan karena tidak punya
teman dan selalu dihina oleh teman yang lainnya.
Beberapa hari setelah kejadian
itu..
Ibu :
(Tok..tok..) “Nak, buka pintunya! Kamu sudah 2 hari ini gak makan, ibu kan jadi
hawatir, kalau kamu kenapa-napa bagaimana?”
Setelah beberapa saat
pintu kamar tidak dibuka, ibu sidik mendapati ternyata pintunya tidak dikunci. Dan betapa kagetnya ibu Sidik
ketika mendapati anaknya tengah terbujur lemah di tempat tidurnya. Akhirnya
orang tua sidik pun berinisiatif untuk membawanya ke Rumah Sakit. Beberapa saat
kemudian, di Rumah sakit Sidik pun langsung dibawa ke tempat tidur di ruang A.
Tahap Pra-Interaksi
Perawat 1 : “Teh, pasien baru yang dikamar A belum
ada data-datanya ya?”
Perawat
2 : “Oh, iya belum
dilakukan pengkajian. Tadi saya lupa, sekarang saja tapi saya harus mengantar
pasien lain CT scan dulu”
Perawat
3 : “Ya sudah teh,
biar saya saja yang mengkaji pasien tersebut. Kamar A bed 2 kan?”
Perawat
1 : “iya yang itu
kang, jangan lupa rapihin bajunya kalau mau ketemu pasien”
Perawat
3 : “iya teh”
(merapihkan pakaian)
Perawat 3 terlebih
dahulu memprsiapkan diri sebelum pergi ke kamar A. Perawat 3 mempersiapkan
segala sesuatunya yang mungkin akan dibutuhkan pada saat menghadap pasien. Dan sesampainya disana didapatkan klien
sedang berbaring lemah.
Tahap
Orientasi/Perkenalan
Perawat 3 : “Assalamualaikum..Ini keluarganya
pasien?”
Bapak : “waalaikumsallam.. Ia pak benar”
Perawat 3 : “Perkenalkan dulu nama saya...Saya
kebetulan perawat ruangan ini. Ibu bisa panggil saya... Oya, ade namanya siapa?”
(Pasien hanya diam dan melirik
dengan sinis)
Ibu :
“Namanya Sidik pak,..”
Perawat 3 : “Oh, ade namanya Sidik. Bagaimana
istirahatnya semalam?”
(Pasien tetap diam dan tak mau
menjawab apa-apa)
Perawat 3 : “de bagaimana sekarang? Masih ada yang
sakit?”
Bapak : “Ini pak, gak
tahu saya juga, anak saya ini sudah 3 hari gak mau makan, tadi pagi saya menemukannya
sudah terbaring lemah di kamarnya, makanya saya dan ibunya langsung membawa anak
saya kesini”
Perawat
3 : “Ooh begitu,
bapak, ibu supaya kita tahu masalah dan penyakit apa yang Sidik alami,
bagaimana kalau nanti saya lakukan pemeriksaan?
Sidik :
“gak mau bu Sidik takut, Sidik mau pulang saja”
Perawat : “Ade gak usah
takut, pemeriksaannya tidak akan menyakiti ade, kalau nanti tidak diperiksa
kami tidak bisa melakukan perawatan, nanti ade lama dirawatnya”
Ibu : “ya
sudah pak saya setuju, sebaiknya periksa anak saya”
Perawat
3 :
“baiklah bu kalau begitu sekarang saya akan kembali ke ruangan untuk
mempersiapkan alat-alatnya, nanti saya akan kembali lagi untuk melakukan
pemeriksaan”
Tahap
Kerja
Setelah melakukan
kontrak perawat 3 pun kembali ke ruangan pasien untuk melakukan pengkajian ...............................
(tindakan pemeriksaan fisik)
Setelah melakukan pengkajian perawat 3 pun
kembali keruangan. Berdasarkan hasil pengkajian perawat 3, perawat 3 pun menyimpulkan
bahwa pasien memang benar mengalami gastritis. Pasien pun mendapatkan perawatan
sesuai dengan penyakitnya. Namun, Setelah beberapa hari dirawat, kondisi klien
tak kunjung membaik, malahan pasien terlihat semakin murung lalu perawat
lainnya ada yang berinisiatif untuk melakukan pengkajian ulang.
Perawat
1 : “Teh, kenapa kondisi
klien diruang A gak menunjukkan tanda-tanda membaik, malahan pasien terlihat
semakin murung”
Perawat 2 : “Iya ya, gimana ini akang yang telah
melakukan pengkajian?”
Perawat
3 : “Ya, saya juga
gak tahu teh, yang saya laporkan itu berarti yang saya dapatkan”
Perawat 2 : “Ya sudah, biar nanti teteh (perawat
1) yang melakukan pengkajian lagi”
Lalu perawat 1 pun
pergi ke kamar A untuk melakukan pengkajian ulang.
Perawat 1 : “Ade, wah lagi apa? Kenapa makanannya
gak dimakan? Sini ya saya bantu?”
(Pasien hanya diam)
Ibu
:
“Iya bapak, saya juga sudah pusing. Anak saya mau kapan sembuhnya? Padahal
sudah lama dirawat.”
Perawat
1 : “Coba sok ade
cerita, kenapa gak mau makan. Kalau sakit seperti ini kan gak enak?”
Akhirnya, setelah
dilakukan pendekatan oleh perawat 1, pasien pun mau menceritakan masalah yang
dialaminya selama ini. Dan pasien
dibantu oleh perawat dengan bekerja sama dengan keluarga supaya selalu memberi
dukungan dan motivasi kepada klien dengan cara memberi semangat dan
meningkatkan rasa percaya diri klien.
Perawat 1 : “Ini anaknya bukan sakit maag seperti
biasa, sebenarnya dia punya masalah dilingkungan kampusnya pak.”
Bapak : “Maksud ibu itu gimana? Anak saya
kenapa?”
Perawat
1 : “Jadi begini
bu, dia di sekolahnya sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari
teman-temannya, sehingga mengganggu fikirannya dan sampai gak mau makan sampai
sakit seperti ini.”
Ibu : “Oh begitu..”
Perawat
1 : “Iya ibu, jadi
diharapkan disini ibu dan bapak bisa membantu untuk kesembuhan anak ibu. Dengan
cara memberi semangat, motivasi dan
mengembalikan rasa percaya dirinya lagi.”
Setelah selesai memberi
penjelasan kepada keluarga, lalu perawat 1 kembali menanyakan kepada klien
perihal kondisi kesehatannya.
Perawat
1 : “Ade, gimana
sekarang masih terasa sakit? Kalau misalkan masih terasa sakit, ade bisa
melakukan tekhnik relaksasi dengan nafas dalam seperti yang sudah pernah saya
ajarkan. Sepertinya, kemarin juga ade sudah bisa melakukannya sendiri.”
Sidik : “Iya bu, nanti saya lakukan lagi”
Tahap Terminasi
perawat
1 : “yasudah
kalau begitu sekarang saya akan kembali ke ruangan, nanti 15 menit lagi saya
akan kembali untuk melihat kondisi anak bapak dan ibu, kalau ada apa-apa bapak
atau ibu bisa menghubungi kami”
Lalu, Perawat 1 pun kembali ke
ruangan perawat.
Ibu
:
“ya sudah nak, sekarang mah kamu gak usah mikirin pengen jadi temen siapa atau
harus temenan sama siapa. Masih banyak orang lain yang mau temenan sama kamu.
Lebih baiknya kamu mikirin kuliah kamu saat ini, tingkatkan prestasi dan buat
ibu sama yang lainnya bangga.
Akhirnya, setelah
diketahui penyebab sebenarnya mengapa pasien bisa sakit. Kondisi kesehatan
pasien sudah berangsur membaik dan sudah
mau makan. Karena berkat bantuan dan motivasi dari keluarga. Keadaan
psikososial klien juga mulai kembali membaik.
Subscribe to:
Posts (Atom)